Berjalan tanpa alas kaki diketahui memang bikin sehat. Berjalan tanpa alas kaki juga bisa mengasah kepekaan karena orang terus-menerus melihat medan, menghindari daerah kasar, dan membuat arah berkelok-kelok yang membuat otot bekerja hampir seperti menari.
Pada sebuah konferensi baru-baru ini mengenai ilmu olahraga di London, ratusan peserta berbondong-bondong mengikuti diskusi selama dua jam mengenai kebaikan atau kekurangan berjalan tanpa sepatu.
Perdebatan berpusat pada apakah berjalan menggunakan sepatu dengan tumit yang empuk dan struktur yang mendukung perubahan gerak lebih mungkin menyebabkan cedera.
Para pendukung berjalan dengan telanjang kaki mengatakan bahwa cara alami lebih memungkinkan pelari mendaratkan kaki pada di bagian yang empuk di depan, bukan menjejak tanah dengan tumit seperti kebanyakan pelari bersepatu.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature, Daniel Lieberman, profesor biologi evolusi di Universitas Harvard, berusaha mengetahui bagaimana nenek moyang kita berlari dan berburu selama jutaan tahun dengan kaki telanjang.
Lieberman dan rekan-rekannya dari Inggris dan Kenya mempelajari pelari yang selalu berjalan tanpa alas kaki, pelari yang selalu memakai sepatu, dan pelari yang telah meninggalkan sepatunya.
Dalam serangkaian analisis, peneliti menemukan bahwa bahkan pada permukaan keras, pelari bertelanjang kaki yang menjejak tanah ke depan menghasilkan tubrukan dengan permukaan tanah yang lebih kecil dibandingkan pelari yang menggunakan sepatu.
Pelari tanpa alas kaki juga memiliki langkah yang lebih lentur serta lebih efisien menggunakan betis dan otot kaki.
Hal yang sama dikemukakan profesor biologi, Daniel Howell, yang mengajar anatomi manusia dan fisiologi di Universitas Liberty di Amerika Serikat. Howell dijuluki 'Profesor Telanjang Kaki' oleh murid-muridnya setelah mulai menjalani 95 persen hidupnya tanpa menggunakan sepatu.
Ia mengakui sebagai seorang ekstrimis dan selama hampir enam tahun tidak memakai alas kaki. Ia berjalan ribuan mil dalam segala cuaca dan medan tanpa alas kaki.
"Telanjang kaki adalah kondisi alami. Proses berjalan sangat rumit dari perspektif biomekanik dan jika menambahkan alat ke kaki, itu mengubah prosesnya. Perangkat itu mengubah cara berdiri, cara berjalan, dan cara berlari. Perubahan-perubahan itu tidak wajar dan umumnya negatif," kata Howell.
Meskipun benar, hampir semua atlet moderen menggunakan sepatu lari di kompetisi olahraga internasional. Namun beberapa pelari telanjang kaki telah berusaha merintis perubahan.
Pada tahun 1960, pelari Abebe Bikila dari Ethiopia, salah satu pelari terbesar di dunia Olimpiade maraton, memenangkan medali emas pertama tanpa sepatu dengan catatan waktu 26,2 mil dalam 2 jam, 15 menit dan 17 detik. Dan pada tahun 1984, pelari Afrika Selatan bernama Zola Budd bertelanjang kaki mencatat rekor dunia dengan berlari 5.000 meter dalam 15 menit dan 1,83 detik.
Simon Bartold, ahli penyakit kaki olahraga dan konsultan penelitian internasional untuk merek sepatu olahraga "Asics", mengatakan bahwa sebagian besar atlet sebaliknya tetap memakai sepatu.
"Saya sangat mendukung penggunaan alas kaki sebab menawarkan beberapa perlindungan nyata dan beberapa keuntungan kinerja nyata dibandingkan bertelanjang kaki," kata Bartold seperti dilansir Reuters, Senin (12/12/2011).
Menurut beberapa orang yang telah menerapkan kebiasaan berlari tanpa alas kaki, kebiasaan barunya ini justru membuat kakinya lebih peka.
"Dengan bertelanjang kaki, saya terus-menerus melihat medan, menghindari daerah kasar, dan membuat arah berkelok-kelok yang membuat otot bekerja hampir seperti menari. Tapi saat saya mengenakan sepatu, sebagian besar kepekaan akan hilang," kata Anna Toombs, pendiri dan pelatih di Barefoot Running UK.
sumber: detikhealth.com
Salam senyum bo-jet marantau dot com
0 komentar:
Posting Komentar